SKB;
( Surat Kebebasan beragama? )
Bagaimana tidak, apa yang diharapkan publik terkait esensi SKB yakni pembubaran dan pelarangan Ahmadiyah –yang notebenenya telah dinyatakan sesat oleh MUI- ternyata tidak digubris pemerintah. Pada faktanya esensi SKB yang diterbitkan pemerintah beberapa waktu lalu lebih bersifat Larangan dan Perintah kepada kelompok Ahmadiyah untuk menghentikan aktivitasnya. Tidak ditemukan kata-kata ‘pembubaran dan pelarangan’ dalam isi SKB tersebut. Berkali-kali telah dikemukakan bahwa masalah pokok kasus ahmadiyah bukan terkait kebebasan beragama. Akan tetapi, ini menyangkut Penistaan sebuah agama oleh sekelompok orang. Seandainnya kelompok ahmadiyah mengklaim diri sebagai sebuah agama tersendiri (tidak mengklaim diri sebagai bagian dari islam –red) tentunya konstelasi publik tidak akan seperti sekarang ini.
Ketika SKB tiga menteri tersebut telah diterbitkan, kaum muslimin pantas waspada. Kita harus mewaspadai, isi SKB itu sendiri, Ahmadiyah, dan Pemerintah. SKB tiga menteri terkait ahmadiyah pantas kita waspadai mengingat isi dan efek yang akan ditimbulkan. Kemudian kelompok ahmadiyah lebih-lebih lagi harus kita waspadai. Merupakan rahasia umum bahwa ahmadiyah memiliki jaringan internasional dan didukung oleh negara-negara barat terutama Inggris dan Amerika. Hampir sesuatu hal yang mustahil sebuah kelompok akan merubah total 100 % aqidah dan idiologinya hanya berdasarkan sebuah ‘surat’ yang dikeluarkan pemerintah. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mengamati dan mengawasi efektifitas dan pelaksanaan SKB tersebut. Seandainya ketika SKB sudah dikeluarkan tetapi tetap saja jemaah ahmadiyah indonesia (JAI) melaksanakan aktifitasnya, maka tidak ada pilihan lain. Kita harus menuntut pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini dengan membubarkan Ahmadiyah. Jika kemudian pemerintah tetap saja mengulur-ulur waktu serta terkesan membela kelompok ahmadiyah, maka untuk apa kita tetap percaya kepada pemerintahan ini
Mungkin saya dan sebagaian rekan-rekan yang lain dianggap ‘over acting’. Kenapa ahmadiyah dan konco-konconya diusik padahal kan negeri ini ‘katanya’ demokratis dan menjunjung HAM?. Kepada yang bertanya seperti itu dan kepada semua sekuleris di negeri ini perlu kami sampaikan bahwa: Islam dan orang Islam punya hak dan kewajiban untuk membela Islam, punya hak dan kewajiban untuk meneggakkan syariat islam, serta punya hak dan kewajiban untuk menerapkan idiologi islam.
Disini juga perlu saya tekankan kepada saudara-saudaraku sesama muslim bahwa logikanya ketika kita mengklaim diri sebagai muslim maka kita harus bermuslim secara lengkap dan sempurna, kemudian bersedia mengamalkan dan menegakkan islam. Kita harus marah ketika islam dilecehkan dan diselewengkan oleh seorang cecunguk bernama Mirza Ghulam. Kita harus bersedih ketika ada saudara-saudara kita yang mengikrarkan diri sebagi islam tapi menjadi benalu bagi islam. Mengklaim diri islam tapi tidak tahu ajaran islam, mengklaim diri islam tetapi menentang syariat islam, mengklaim islam tapi menganggap teroris orang yang ememperjuangkan islam
Sebagai penutup, kiranya perlu difahami bahwa kita marah dan sedih bukan semata-mata karena perasaan saja akan tetapi kita marah dan sedih karena agama allah telah dihinakan dan dilecehkan. Apakah belum tiba saatnya untuk kita mematuhi allah sang pencipta dengan sebenar-benarnya?