Kemiskinan atau Pemiskinan?
F a h r u r R o z y *
fakta dan fenomena
diantara beberapa kata yang mungkin sudah bosan kita dengar adalah kata “kemiskinan”. Atau bahkan mungkin bukan sekedar mendengar, akan tetapi kita sendiri saat ini sedang dihimpit kemiskinan.
Jika mengacu kepada data dari Bank Dunia maka setengah dari penduduk negeri ini (49,5 persen) adalah miskin (Antara news, 18/12/2007). Namun sayangnya terkait dengan data angka kemiskinan ini ternyata pemerintah menunjukkan kekurang-seriusannya untuk mengentaskan kemiskinan. Hal ini ditunjukkan oleh ‘pengkaburan’ data angka kemiskinan. Versi pemerintah menyebutkan bahwa saat ini angka kemiskinan “hanya” 16,5 Persen turun drastis dibandingkan dengan data tahun 1998 yang sebesar 24,2 persen (Antara news, 18/12/2007). Padahal tidak ada satupun alasan memuaskan terkait dengan alasan mengapa angka kemiskinan bisa turun. Belum lagi jika kita melihat fakta saat ini bahwasanya fenomena kemiskinan bukannya berkurang namun semakin meluas dan menjadi-jadi di tengah masyarakat.
Kondisi ini (kemiskinan di tengah-tengah masyarakat) sangat paradoks jika dibandingkan dengan kondisi perekonomian para pejabat negara, wakil rakyat, dan para pengusaha. Di tengah angka kemiskinan yang begitu tinggi kita dikejutkan oleh berita peningkatan kekayaan yang dramatis dari Aburizal bakri dan keluarganya hingga senilai 5,4 miliar dolar AS (hampir Rp 50 Triliun) tahun ini atau naik dari 1,2 miliar dolar AS pada tahun 2006 (Pikiran rakyat, 14/12/2007). Kemudian kita hanya bisa mengucap istigfar ketika kita mendengar berita rencana para wakil rakyat untuk menaikkan gaji dan tunjangannya sampai jutaan rupiah.
penyebab kemiskinan
Kata Miskin secara sederhana bisa diartikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan seseorang (atau sekelompok orang) untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Secara teoritis kita mengenal ada dua jenis kemiskinan ditinjau dari penyebabnya yakni kemiskinan kultural serta kemiskinan struktural.
berdasarkan persfektif kultural Kemiskinan bisa disebabkan oleh faktor budaya dan kebiasaan masyarakat/individu. Kemiskinan bisa terjadi pada suatu daerah karena masyarakat/individu di daerah tersebut terbiasa atau suka hidup miskin. Misalnya kehidupan masyarakat pedalaman, masyarakat/individu yang memiliki budaya malas bekerja, masyarakat/individu yang puas dengan apa yang diwariskan oleh nenek moyang/orang tua, dan lain-lain.
Jika kita menganalisa fenomena kemiskinan yang ada di negeri ini, maka kemungkinan kemiskinan disebabkan oleh faktor kultur sangat kecil terjadi. Pada faktanya ternyata bahwa kemiskinan yang terjadi lebih kearah kemiskinan struktural. Kemiskinan terjadi akibat kebijakan ekonomi yang keliru yang berimbas kepada ketidak berdayaan rakyat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
menSolusikan Kemiskinan dengan syariat islam
untuk mengatasi kemiskinan tentunya diperlukan langkah-langkah komprehensif dan menyeluruh. Ada beberapa kebijakan strategis yang harus dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan diantaranya:
Pertama, Praktek Bunga bank (riba) dan judi (dalam bursa saham) harus dibuang jauh-jauh dari sistem perekonomian kita. Praktek riba dan judi-lah yang menyebabkan sektor riil tidak bergerak, praktek riba dan judi dalam perekonomian ’membius’ kita dengan angka pertumbuhan yang tinggi dalam sektor moneter namun sama sekali tidak berpengarus terhadap sektor riil.
Kedua, Problem ekonomi sesungguhnya bukanlah kelangkaan barang (scarcity) melaikan buruknya distribusi. Fakta menunjukkan, kemiskinan terjadi bukan karena tidak ada uang, tetapi karena uang yang ada tidak sampai kepada orang-orang miskin. Kemiskinan bukan pula karena kelangkaan SDA, tetapi karena distribusinya yang tidak merata. Sistem ekonomi kapitalis telah membuat 80% kekayaan alam, misalnya, dikuasai oleh 20% orang, sedangkan 20% sisanya harus diperebutkan oleh 80% rakyat. (buletin al-islam; 385).
Ketiga, Mengatur kembali sistem kepemilikan. Dalam islam, barang-barang yang menjadi kebutuhan umum seperti BBM, listrik, air, dan lainya sesungguhnya adalah milik rakyat yang harus dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat. Penetapan harga barang tersebut, karena semua itu milik rakyat, mestinya didasarkan pada biaya produksi, bukan didasarkan pada harga pasar. Kebijakan seperti ini dipercaya akan menjauhkan monopoli oleh swasta dan gejolak harga yang disebabkan oleh perubahan harga pasar, seperti yang sekarang terjadi pada minyak bumi, yang pada akhirnya membuat harga barang-barang publik akan sangat murah dan senantiasa stabil. Karena itu, sudah saatnya pe pemerintah menghentikan privatisasi barang-barang milik umum dan mencabut semua Undang-Undang yang melegalkan penjarahan SDA oleh pihak Asing
Keempat, yang paling utama sudah saatnya negeri ini diatur oleh syariat islam. Hanya dengan syariat islam khususnya dalam konteks pengaturan sistem ekonomi, problem kemiskinan rakyat akan dapat diatasi secara tuntas.
Syariat islam adalah aturan universal dan solutif karena bagaimanapun syariat islam diturunkan oleh sang maha pengatur, allah SWT. Syariat islam mengatur seluruh lini kehidupan serta memberikan solusi atas segala macam permasalahan. Syariat islam memberikan pengaturan masalah ekonomi mulai dari adab berdagang, pelarangan riba, sampai pelarangan penguasaan SDA.
Kemiskinan hanya akan dapat dientaskan jika negeri ini menggunakan aturan syariat islam. Dan Syariat islam tidak akan efektif jika tidak diterapkan dalam sistem pemerintahan Daulah Khilafah Islam.
Allahusubhanahu wataala a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar