Selasa, April 15, 2008

Pemikiran Politik Islam

KORUPSI DAN SISTEM KUFUR ADALAH SATU PAKET !

Penyebab korupsi tidak terlepas dari tiga hal :

1. Individu yang tidak amanah,

2. Lingkungan budaya yang tidak kondusif, dan

3. Sistem yang tidak cukup menggiring orang untuk menjadi baik.

Maka berarti perang terhadap korupsi harus dilakukan secara terpadu di tiga lini ini sekaligus. Dari tiga lini ini, yang paling strategis dan mempunyai pengaruh terbesar adalah perbaikan sistem.

Perbaikan Sistem dengan Syariat Islam

Syariat Islam memberi petunjuk tentang bagaimana meminimalkan tindakan korupsi, antara lain:

  1. Para birokrat tetaplah manusia biasa yang mempunyai kebutuhan hidup serta kewajiban menafkahi keluarga. Agar tenang bekerja dan tak mudah tergoda, kepada mereka harus diberikan gaji, tunjangan, dan fasilitas lain yang layak. Rasul bersabda:

Siapapun yang diserahi pekerjaan dalam keadaan tidak mempunyai rumah, akan disediakan rumah; jika belum beristri hendaknya menikah; jika tak memiliki pembantu hendaknya mengambil pelayan; jika tak memiliki kendaraan hendaknya diberi... Siapapun mengambil selainnya, ia telah berbuat curang atau mencuri” (HR Abu Dawud).

  1. larangan menerima hadiah. Hadiah –atau sering dinyatakan sebagai "hibah"– yang diberikan kepada aparat pemerintah pasti bermaksud aga aparat itu menguntungkan pemberi hadiah. Tentang hadiah kepada aparat, Rasul bersabda:

Hakim, jika memakan hadiah, maka dia telah memakan barang haram, dan jika menerima suap, maka dia tela jatuh pada kekufuran. (HR an-Nasa’i).

Suap dan hadiah akan berpengaruh buruk pada mental aparat. Mereka bekerja tidak sebagaimana mestinya. Di bidang peradilan, hukum ditegakkan secara tidak adil atau cenderung memenangkan pihak yang mampu memberikan hadiah atau suap.

  1. Perhitungan kekayaan. Untuk menghindari tindakan curang, perhitungan kekayaan para pejabat harus dilakukan di awal dan di akhir jabatannya. Jika ada kenaikan yang tak wajar, yang bersangkutan harus membuktikan bahwa kekayaan itu benar-benar halal. Cara inilah yang kini dikenal sebagai pembuktian terbalik yang sebenarnya efektif mencegah aparat erbuat curang. Akan tetapi, anehnya cara ini justru ditentang untuk dimasukan ke dalam perundang-undangan.

  2. Penyederhanaan Birokrasi. Birokrasi yang berbelit dan tidak rasional akan membuat segala sesuatu kurang transparan, menurunkan akuntabilitas, dan membuka peluang korupsi. Demikian juga dengan prosedur hukum yang diskriminatif, misalnya memeriksa pejabat tinggi atau anggota DPR harus seizin kepala negara. Akibatnya, tidak jarang jika korupsi menyentuh lapisan elit itu, penyidikan biasanya terhenti. Dalam Islam, aturan yang membedakan pejabat tinggi dari rakyat biasa ini tidak dikenal.

  3. Hukuman Setimpal. Secara naluriah, orang akan takut menerima risiko yang tidak sebanding dengan apa yang diperolehnya. Risiko dalam bentuk hukuman berfungsi sebagai pencegah. Dalam islam, koruptor dikenai hukuman ta’zîr, yaitu hakim bisa mencari bentuk hukuman yang diperkirakan paling efektif bagi kasus tersebut, misalnya berupa tasyhîr (pewartaan), penyitaan harta, pemecatan, kurungan, kerja paksa, sampai hukuman mati.


Perbaikan Budaya dengan Syariat Islam

Sistem hanya akan efektif diterapkan jika budaya masyarakat mendukung. Karena itu, syariat Islam juga memberikan panduan tentang bagaimana agar budaya yang rusak saat ini bisa diperbaiki.

  1. Teladan pemimpin.

Khalifah Umar bin al- Khaththab menyita sendiri seekor unta gemuk milik putranya, Abdullah bin Umar, karena kedapatan digembalakan di padang rumput milik BaitulMal. Ini dinilai Umar sebagai bentuk penyalahgunaan fasilitas Negara. Dengan teladan pemimpin, pemberan asan tindak korupsi jadi mudah. Mereka juga akan lebih siap memilih orang-orang bersih untuk menjadi polisi, jaksa, atau hakim, karena tak takut akan terseret sendiri.

  1. Pengawasan Masyarakat.

Masyarakat dapat berperan menyuburkan atau menghilangkan korupsi. Masyarakat hedonis yang bermental instan akan cenderung menempuh jalan pintas dalam berurusan dengan aparat. Sebaliknya, masyarakat yang mulia dan kritis akan turut mengawasi jalannya pemerintahan dan menolak aparat yang mengajaknya menyimpang. Demi menumbuhkan keberanian rakyat mengoreksi aparat, Khalifah Umar bin al-Khaththab di awal pemerintahannya pernah manyatakan, “Jika kalian melihatku menyimpang dari jalan Islam maka luruskan aku walaupun dengan pedang.”

Dalam bahasa sekarang itu bisa berarti pers (media) dan LSM dipersilakan lebar-lebar untuk mengawasi perilaku atau gaya hidup para pejabat atau calon pejabat. Namun, di sisi lain media dilarang untuk menjadi alat propaganda gaya hidup instan, hedonis, dan konsumtif yang akan kontra produktif pada upaya-upaya pemberantasan korupsi.


Syariat Islam, jika diterapkan secara terpadu, akan mampu menghasilkan sistem dan budaya yang kondusif untuk mengatasi korupsi dan problematika lain negeri ini. Percayalah, dengan pola hidup bersih tanpa korupsi dan menegakkan syariah Islam, kehidupan pejabat maupu rakyat akan diliputi keberkahan.

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat- yat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS. al-A'râf [7]: 96)

di sinilah urgensitas seruan penerapan syariat Islam. Hanya dengan itulah, upaya memerangi korupsi benar-benar real, tidak berhenti sebatas jargon! Wallâhu a‘lam. [fahri ar Razy]

Tidak ada komentar: