Jumat, Juli 11, 2008

Malu untuk (tidak) Korupsi

KORUPSI TIADA HENTI *


Zaman ini –kalau bisa dikatakan- hampir semua lini dan semua person Penyelenggara Negara terlibat korupsi. Jika kita mengamati perkembangan pengungkapan kasus korupsi, sadar atau tidak saat ini frame tentang korupsi bukan lagi menyangkut sebuah tindak kriminal melainkan telah beralih menjadi sebuah gaya hidup. Malu untuk (tidak) korupsi!

Beberapa waktu yang lalu mungkin kita tercengang dan tidak terima ketika LSM Transparansi Internasional Indonesia (TII) merilis hasil survei bahwa Indonesia menempati posisi ke-3 Negara terkorup di Asia. Akan tapi kita dihentakkan dengan fakta-fakta mencengangkan tentang praktik korupsi yang menggurita. Bagaimana tidak, anggota DPR saja yang disebut sebagai ‘anggota dewan yang terhormat’, serta bertitel ‘wakil rakyat’ banyak diantaranya yang diciduk KPK karena kasus Korupsi. Kemudian Kejaksaan Agung yang dipercaya sebagai salah satu instrumen pemberantasan korupsi ternyata petinggi-petingginya ‘bermain mata’ dengan para koruptor. Tidak hanya itu sampai saat ini banyak (dan terindikasi akan terus bertambah) Kepala Daerah yang sudah masuk bui karena kasus Korupsi.

Beranjak dari fenomena tersebut muncul belbagai pertanyaan dibenak kita, bagaimana hal ini bisa terjadi? Lalu apa sebenarnya penyebab maraknya kasus korupsi di negeri ini?. Itu hal yang perlu kita ketahui. Sebenarnya jika kita berfikir mendalam, penyebab korupsi –seperti kasus kejahatan lainnya- tidak terlepas karena adanya Niat Dan Kesempatan. Cuma dua hal itu. Niat berkaitan erat dengan keperibadian/karakter para penyelenggara negara dan Kesempatan berkaitan dengan sistem Penyelenggaraan Negara.

Para koruptor adalah orang-orang yang bermental bobrok dan tidak memiliki Iman. Jika para penyelenggara negara telah memahami betul perbuatan korupsi itu adalah Haram maka kesadaran inilah yang akan menjadi pengontrol bagi setiap individu untuk tidak berbuat melanggar hukum Allah SWT.

Akan tetapi tentunya hal yang paling berkontribusi terhadap maraknya tindak korupsi adalah rusaknya sistem politik di negeri ini. Kerusakan sistem inilah yang sesungguhnya memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada aparatur pemerintahan maupun rakyatnya untuk beramai-ramai melakukan Korupsi. Sistem politik dan pemerintahan kita telah rusak serusak-rusaknya. Kita ambil contoh sistem hukum kita yang tidak jelas, sanksi yang terlalu ringan serta aparat hukum yang lemah dan pandang bulu. Belum lagi konsep pemilu dan pilkada yang melahirkan pemimpin-pemimpin yang berotak dagang, ‘membeli’ jabatan dengan biaya politik yang mahal kemudian ketika terpilih berupaya keras untuk ‘mengembalikan’ modal bila perlu harus dapat untung.

Sistem demokrasi dan korupsi ibarat setali tiga uang. Saling mendukung!. Demokrasi yang ditopang oleh Sekulerisme dan Kapitalisme sudah pasti menjadi lahan subur bagi para koruptor. Aturan hukum di negara demokrasi pastilah cacat dan syarat akan kepentingan Pengusaha dan Penguasa. Dalam negara demokrasi yang bisa menjadi aparat penyelenggara negara pastilah orang yang beruang. Dan untuk memperoleh jabatan dan posisi pastilah mengeluarkan modal. Oleh karena itu korupsi adalah cara paling jitu untuk mengembalikan modal. Di dunia ini negara demokrasi (termasuk AS) sudah pasti negara korup.

Lalu apakah kita akan berdiam diri menonton fenomena ini?. Tentunya jawaban kita pastilah tidak! Dan tidak!. Kita harus bisa memformulasikan solusi yang solutif untuk memberantas praktik korupsi ini. Untuk menangani kasus korupsi harus dilakukan dua pendekatan penyelesaian sekaligus yakni pendekatan praktis dan pendekatan sistemik. Pendekatan praktis yang bisa diterapkan salah satunya seperti yang dicontohkan oleh khalifah Umar Bin Khaththob RA. Yakni sistem pembuktian terbalik dimana setiap aparat penyelenggara negara yang akan diangkat terlebih dahulu dihitung jumlah kekayaan pribadinya sebelum dilantik, lalu dihitung kembali saat dia diberhentikan. Jika terdapat indikasi jumlah tambahan harta yang tidak wajar maka harta tersebut harus disita.

Akan tetapi tentunya hal yang harus segera kita laksanakan jika ingin melihat kehidupan kita bersih dari korupsi adalah melaksanakan perubahan sistemik. Sistem politik dan pemerintahan yang ada saat ini harus segera dirubah dengan sistem yang telah terbukti dan teruji lebih baik yakni dengan sistem islam yang diterapkan oleh Daulah Khilafah Islamiyyah. Hanya dengan langkah tersebut kehidupan kita akan lebih baik. Insyaallah


Kontak: 0899 789 3977

Hadits Luar Biasa

Tidak ada shalat bagi tetangga masjid, selain dalam masjid. (HR. Adarqathani)


Senyummu ke wajah saudaramu adalah sodaqoh. (mashabih assunnah)

Amal perbuatan yang paling disukai allah sesudah yang fardhu (wajib) ialah memasukkan kesenangan ke dalam hati seorang muslim.

(HR. Ath-thabrani)


Tiada aku meninggalkan suatu fitnah sesudahku lebih berbahaya terhadap kaum pria daripada godaan wanita. (HR. Bukhari dan muslim)


Tahukah kamu apa ghibah itu? Para sahabat menjawab, "allah dan rasulnya lebih mengetahui." beliau bersabda, "menyebut-nyebut sesuatu tentang saudaramu hal-hal yang dia tidak sukai."(HR. Muslim)


Orang yang paling kenyang makan di dunia akan menjadi paling lama lapar pada hari kiamat.

(HR. Al hakim)

Bubarkan Ahmadiyah

BERFIKIR (Rasional) SOAL AHMADIYAH

r Rozy *

Ada suatu analog cukup nyentrik yang disampaikan oleh Ketua FPI Habib Riziq Syihab pada sebuah acara Tabliq Akbar di Jakarta beberapa waktu lalu. Analog tersebut tekait sekawanan perusak agama yang bernama Ahmadiyah.

Beliau menganalogikan Ahmadiyah seperti seorang polisi yang bepakaian dan beratribut lengkap, mengatur-atur orang di jalan, dan mengaku-aku sebagai polisi. Beliau kemudian bertanya pada jamaah, “orang kaya gitu ditangkep ga?” jamaah termasuk Camat, Kapolsek, Koramil, dll serentak menjawab, “tangkeep”. Kemudian beliau bertanya lagi, “digebugin ga sama polisis yang asli?” jamaah serentak menjawab, “gebugiin.

Beliau melanjutkan, “kalau polisi palsu ditangkap, polisi palsu di gebugin sampai bonyok, lalu, kenapa islam palsu tidak ditangkap, saudara?”. Lalu Habib menjawab sendiri pertanyaannya dengan irama lagu; “itulah Indonesia….

Sangat Irasional (tidak masuk di akal –red) jika ada kalangan temasuk Kyai Kondang, anggota wantimpres, dan beberapa intelektual lainnya mendukung keberadaan Ahmadiyah dengan dalih Kebebesan beragama dan HAM.

Alasan diatas sangat absurd. Kalau alasannya bahwa pemerintah harus menjamin kebebasan beragama rakyatnya. Lalu kenapa di negeri ini agama yang diakui Cuma Lima saja? Kenapa ajaran komunis-sosialis dilarang? Bukankah seharusnya pemerintah membiarkan rakyatnya bebas beragama termasuk tidak beragama sekalipun!. Kita harus memahami bahwa di dunia ini tidak ada kebebesan mutlak!. Semua ada batasan dan aturannya. Termasuk Islam.

Orang Islam sangat menentang keras keberadaan kelompok Ahmadiyah yang mengaku Mirza Ghulam ‘sang penghianat’ sebagai nabi terakhir sama seperti orang Kristen yang akan menentang keras jika ada kelompok yang mengaku jika Tuhan mereka itu ada lima bukan tiga.

Yang kita tidak habis fikir adalah kelakuan beberapa tokoh yang bertitel “kyai” dan “ tokoh Intelektual” yang menganggap aliiran ahmadiyah sah-sah saja untuk berkembang karena kan di Islam sendiri dikenal yang disebut perbedaan pendapat. Mereka-mereka ini sangat ceroboh. Islam adalah aturan kehidupan yang memiliki prinsip/aqidah dasar yang tidak bisa diganggu gugat dan diperdepatkan. Akidah ahmadiyah yang meyakini Mirza Ghulam ‘sang penghianat”sebagai nabi terakhir (termuat dalam kitab tazkirah hal 493), kitab tazkirah sebagai wahyu (termuat dalam kitab tazkirah hal 1), orang-orang yang tidak mengikuti mirza ghulam adalah kafir (termuat dalam kitab tazkirah hal 748), dan pemikiran-pemikiran sesat lainnya adalah bentuk PELECEHAN terhadap Islam.

Presiden SBY saja sangat marah dan merasa dilecehkan karena dituduh telah menikah sebelum masuk AKABRI dan ‘memenjarakan’ sang penuduh. lalu kenapa beliau, tidak marah ketika Agamanya dilecehkan oleh gerombolan sesat bernama ahmadiyah?. Kenapa yang keluar hanya SKB yang isisnya tidak membubarkan ahmadiyah akan tetapi ‘memperpanjang’ umur ahmadiyah?.

Kita tahu bahwa Ahmadiyah telah dinyatakan sesat oleh persatuan ulama-ulama se dunia, telah dinyatakan sesat di 30 negara, telah dinyatakan sesat oleh MUI dan telah dinyatakan sesat oleh kaum Muslimin. Lalu kenapa Ahmadiyah masih bisa menghirup udara segar selama lebih dari 150 tahun di dunia dan lebih dari 50 tahun di Indonesia?. Merupakan rahasia umum bahwa kantor pusat Ahmadiyah berada di London serta mereka didanai oleh pemerintah Inggris dan negara-negara barat. Kemudian kita tahu juga bahwa pemerintah kita sangat gampang dan mudah sekali di tekan oleh negara-negara barat. Jadi kita bisa tahu jawaban kuat yang mungkin muncul disini untuk menjawab pertanyaan kenapa Ahmadiyah masih bisa hidup sampai saat ini.

Terakhir, hanya ada dua pilihan bagi pemerintah; membubarkan Ahmadiyah dengan mengeluarkan Kepres atau membubarkan diri karena tidak mampu menjaga akidah ummat.

Allahusubhanahu Wataala A’lam

Inspirasional

REFLEKSI ISRA’ MI’RAJ

DALAM PERSPEKTIF KEPEMIMPINAN ISLAM DI DUNIA1





Isra’ dan Mi’raj merupakan peristiwa besar dalam sejarah da’wah Rasulullah SAW. Terdapat banyak hikmah yang terkandung dalam peristiwa tersebut, yang sekaligus merupakan mu’jizat terbesar setelah Al-Quran. Di antara hikmah yang nyaris tidak pernah disinggung dalam sebagaian besar tulisan para ulama, adalah kajian Isra’ Mi’raj dalam konteks kepemimpinan berbagai uraian hikmah Isra’ Mi’raj. Tulisan ini akan membahas hikmah Isra’ dan Mi’raj dalam tinjauan kepemimpinan politik dan sosial kemasyarakatan yang diisyaratkan kepada Rasulullah saw dan umat Islam atau umat manusia di seluruh alam.



1. Isyarat Kepemimpinan Rasulullah SAW


Jauh sebelum Rasulullah SAW diangkat menjadi rasul sampai terjadinya peristiwa Isra’ dan Mi’raj, dunia berada di bawah kepemimpinan Bani Israil. Saat itu kita juga mengetahui bahwa di dunia ini hanya ada dua agama besar yang pengaruhnya sangat dominan, yaitu Yahudi dan Nasrani, keduanya adalah agama Bani Israil. Namun dalam perjalanan mata rantai sejarah yang demikian panjang, Bani Israil maupun kedua agama tersebut tidaklah layak lagi memimpin dunia. Ada beberapa sebab mengapa mereka tidak laik untuk mengemban kepemimpinan dunia tersebut. Diantaranya - dan terutama- adalah lantaran mereka telah mengubah syariat agama Allah SWT untuk kemudian mereka jual ayat-ayatNya itu dengan harga murah. Selain itu mereka telah mengubah isi dan maksudnya sehingga kedua agama tersebut tidak mungkin lagi dikatakan sebagai masih murni alias asli seperti pada mulanya. Allah SWT berfirman:


Maka celaka besarlah bagi siapa saja orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: ‘Ini (wahyu) dari Allah’ (yang maksudnya tidak lain hanyalah) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatannya itu. Celaka besarlah bagi mereka itu akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan celaka besarlah bagi mereka akibat apa yang mereka kerjakan itu” (QS. Al Baqarah 79)

Oleh karena itu, kedua syariat agama itu tidak pantas lagi untuk diterapkan, sehingga dengan sendirinya tidak layak untuk memimpin dunia. Sikap dan tidakan para pemuka maupun pengikut kedua agama tersebut menyebabkan adanya keharusan untuk menanggalkan tongkat kepemimpinan, yang untuk selanjutnya mengalihkannya kepada suatu umat lain yang dipilih Allah SWT untuk mengemban beban amanah risalah-Nya.


Tentunya, kalau kita berbicara tentang syariat dan tongkat kepemimpinan, maka yang kita permasalahkan adalah karakter dan bentuk syariat agama yang lebih layak diterapkan serta berkuasa untuk memimpin dunia, dibandingkan dengan kedua syariat terdahulu, serta menetapkan kualitas yang bagaimana yang mampu menjadi penguasa.


Syariat/agama dan kepemimpinan adalah dua masalah utama yang harus segera dipecahkan secara tegas dan tuntas sebelum sebuah negara ditegakkan. Sebab, kita mengetahui bahwa untuk tegak dan kokohnya suatu bangunan negara diperlukan dua tiang utama yang kokoh. Pertama, negara memerlukan suatu sistem dan aturan yang mapan yang dapat diterapkan sekaligus sesuai dengan fitrah manusia. Sistem dan aturan ini dianut (diakui) dengan suka rela oleh rakyatnya tanpa sedikitpun ada unsur paksaan dalam penerapan maupun penerimaannya. Dengan kata lain, rakyat menerapkannya dengan penuh kesadaran dan semangat.

Kedua, sistem dan aturan itu menghendaki adanya penguasa yang ikhlas dan jujur. Dialah yang bertanggung jawab melaksanakan sistem dan aturan yang ada.


Dalam konteks kepemimpian ini, dapatlah kita mengerti mengapa dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj, saat Rasulullah SAW disodori minuman oleh Jibril as untuk memilih dua minuman air susu dan khamar, beliau memilih air susu yang sesuai dengan fitrah manusia. Artinya, orang yang sehat akalnya akan memilih air susu ketimbang cairan khamar. Hal ini langsung dipertegas oleh perkataan Jibril as, menguatkan pilihan Rasulullah SAW terhadap minuman tersebut.


Semua hikmah di atas sesungguhnya menunjukkan bahwa peraturan yang diturunkan Allah SWT melalui Rasulullah SAW untuk manusia, adalah sebuah peraturan yang akan dijadikan sebagai landasan bagi negara dalam perspektif Islam. Ia akan menjadi satu-satunya asas dalam masalah penerapan hukum yang akan diberlakukan oleh Rasulullah SAW beserta umatnya, setelah beliau wafat, bahkan untuk sepanjang masa hingga akhir jaman. Tetapi yang penting adalah bahwa peraturan/ syariat agama tersebut adalah sesuai fitrah manusia.


Juga patut diketahui pula bahwa fitrah manusia itu tidak pernah akan berubah sampai kapanpun. Dalam hal ini apabila manusia dihadapkan kepada dua pilihan ekstrim, misalkan madu dan racun, maka orang yang berakal sehat pasti akan memilih madu dari pada racun. Dengan demikian, peraturan yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW adalah tetap abadi dan kekal keberadaannya, tidak berubah-ubah. Oleh karena itu, peraturan (syariat) Islam akan kekal selama manusia masih hidup di bumi.


Dalam peristiwa Isra’ Mi’raj, dimana Rasulullah SAW telah memimpin (menjadi imam) para nabi dalam shalat sunnah khusus; merupakan suatu pertanda adanya perubahan politik yang paling mendasar dan radikal. Dengan adanya kejadian ini, maka pola kepemimpinan dari Bani Israil telah dialihkan kepada Rasulullah SAW dan umat Islam. Kejadian tersebut bagi kita menandakan bahwa syariat dan nilai-nilai hidup yang telah usang dan rusak ( karena perbuatan Bani Israil sendiri) diganti dengan syari’at dan nilai-nilai hidup yang baru, adil serta sesuai dengan fitrah manusia. Dia adalah Syari’at dan Nilai-nilai Islam.


Pengalihan pola kepemimpinan dari Bani Israil sesungguhnya adalah langkah yang tepat dan wajar, mengingat dan memperhatikan tingkah laku Bani Israil yang tidak terpuji, semisal tindakan mereka membunuh beberapa orang nabi, mengubah-ubah syari’at agamanya (Yahudi dan Nashrani), membuat keonaran dan kerusakan di atas bumi, serta perbuatan tercela lainnya. Pengalihan kepemimpinan dunia dari tangan Bani Israil itu ternyata telah diberkahi (disetujui) oleh para nabi dengan tindakan mereka menjadi makmum dibawah komando Rasulullah saw (sebagai imam) dalam shalat khusus tersebut. Selain itu, landasan politik ini telah memberikan hak kepada negara Islam (yang kelak kemudian hari ditegakkan oleh Rasulullah saw di Madinah, yaitu tahun ke-13 dari kenabian) untuk mengikis habis gerakan permusuhan orang-orang Yahudi, Nasrani, serta orang-orang yang tidak menyenangi adanya syari’at nilai-nilai baru ini. Dalam catatan sejarah, sejak tahun ketiga Hijriyah, Rasulullah saw telah mulai dihadapkan kepada gerakan permusuhan tersebut.


Dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj Rasulullah saw, kepemimpinan beliau dalam shalat dengan para nabi, kemudian Mi’raj Rasulullah saw ke langit yang tertinggi, dan shalat khusus beliau di beberapa daerah (Yatsrib/Madinah, Madyan/Thur Sina di Mesir, Baithlehem dan Baitul Maqdis di Palestina), adalah isyarat kepemimpinan dan seluas apa nantinya wilayah negara Islam yang dirintis Rasulullah saw tersebut.


Ternyata, semua titik-taut wilayah tempat Rasulullah saw melakukan shalat akhirnya menjadi bagian Daulah Islamiyah yang tegak di Madinah; kekuasaan Islam akan mencapai daerah-daerah itu dan menguasainya. Sedangkan shalat khusus daerah masjidil aqsha ini akan menjadi kiblat pertama bagi kaum Muslimin dalam melakukan shalat berjamaah, ia menjadi bagian dari kekuasaan Islam.



2. Kepemimpinan Rasulullah Menyatukan Selu-ruh Bangsa/ Manusia


Kepemimpinan Rasulullah saw di dalam Shalat tersebut terhadap para nabi yang mempunyai keturunan dan ras bangsa yang berbeda, menunjukkan bahwa Daulah Islam dengan Syari’atnya yang manusiawi akan mampu mengayomi seluruh umat manusia tanpa harus membedakan warna kulit atau kesukuan. Semua suku dan bangsa akan hilang perbedaannya dan akan menjadi satu dalam wujud kesatuan Iman dan Islam. Semua manusia yang berlainan tersebut akan tunduk di bawah naungan Satu Syari’at, yaitu syari’at yang berasal dari Allah SWT. Rasulullah saw telah menetapkan prinsip tersebut setelah beliau mendirikan Daulah Islam di Madinah. Beliau bersabda di hadapan kaum Muslimin pada waktu Haji Wada di padang Arafah (dekat kota Makkah).


Wahai manusia, sesungguhnya Rabbmu satu dan ayahmu juga satu. Kalian semua berasal dari keturunan Adam sedangkan Adam berasal dari tanah. (ketahuilah) yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah SWT adalah orang-orang yang paling bertaqwa kepadaNya. Tidak ada suatu keistimewaan untuk seorang bangsa Arab terhadap bangsa ‘Ajam (non Arab) kecuali taqwanya” (HR. Imam Baihaqi).

Prinsip ini ditegaskan oleh Rasulullah saw secara praktis dan bijaksana ketika beliau melaksanakan Hukum/Syari’at Islam atas seluruh rakyat tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lainnya. Mereka mendapatkan bagian dan kedudukan sama dalam hak dan kewajibannya.


Oleh karena itu, Rasulullah saw pernah menegur Abu Dzar (seorang shahabat yang telah berjasa mengislamkan suku Ghiffar dari suku Aslam) lantaran telah mencela Bilal (seorang shahabat mantan budak dari Habasyah) sebagai “Anak perempuan hitam”. Rasul pun secara tegas menolak “grasi” yang dimintakan oleh kesayangan Beliau saw, Usamah bin Zaid, terhadap seorang wanita dari kalangan bangsawan Quraisy yang melakukan tindakan pencurian. Bahkan Beliau saw menegaskan:


Sekalipun Fathimah putri Rasulullah saw mencuri, pasti akan kupotong tangannya”.


Dan terhadap orang-orang kafir dzimi, orang non muslim yang mau tunduk kepada hukum-hukum Islam sebagai warga negara Islam, beliau bersabda:


Siapa saja yang mengganggu seorang kafir dzimi, berarti dia telah menggangguku”.


Demikianlah keadilan dan ketegasan kepemimpinan Rasulullah. Kepemimpinan yang jujur dan konsisten. Kepemimpinan yang tegak di atas fondasi keimanan kepada Allah yang Maha Adil lagi Maha Bijaksana. Kepemimpinan yang hanya menjalankan syari’at Allah SWT tanpa pandang bulu. Syari’at Islam, syari’at yang sesuai dengan fitrah manusia.


Oleh karena itu, bukankah sudah saatnya bagi kaum muslimin, kembali tunduk kepada kepemimpinan seperti itu, dan meninggalkan kepemimpinan-kepemimpinan yang hanya melaksanakan perintah-perintah hawa nafsu maupun perintah-perintah syaithan (dari kalangan jin dan manusia). Cukuplah ungkapan ayat-ayat Al-Qur’an terhadap kisah umat-umat terdahulu menjadi pelajaran buat kita. Allah SWT berfirman :


Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi sesat. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Al-Hadiid[57] : 16)

(harri Mukti)