Sabtu, Maret 29, 2008

Hukuman MATI Bagi PENGHINA Rasulullah SAW *

Baru-baru ini beberapa surat kabar Eropa kembali memancing kemarahan kaum muslim dengan kembali menerbitkan kartun/karikatur nabi Muhammad SAW yang penuh dengan pelecehan dan penghinaan. Bahkan aksi saat ini lebih parah daripada aksi serupa beberapa saat yang lalu, yang mana pada saat itu media yang menampilkan karikatur nabi Muhammad SAW Cuma satu surat kabar saja yakni Surat kabar D’ Jyland Posten terbitan Denmark. Namun, kali ini bukan hanya satu media saja yang menerbitkan karikatur pelecehan tersebut.
Sudah jelas bagi kita bahwa pointer yang ada dibalik penerbitan karikatur ini adalah sikap penghinaan dari kaum kapitalis-liberalis (baca: orang kafir Barat) kepada Rasulullah SAW -manusia paling mulia-

Pendapat Fukaha tentang Hukum bagi Penghina Rasul SAW
Mayoritas ulama sepakat bahwa hukuman bagi para penghina dan pencela Rasullullah SAW adalah hukuman mati (bunuh). Salah satu dalil yang menunjukkan bahwa orang yang mencela dan menghujat Rasulullah SAW. wajib dibunuh diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan dari al-Sya’biy dari amirul mukminin Ali bin Abi Thalib RA, bahwasanya ia berkata :

“ ada seorang wanita Yahudi yang suka menghina Rasulullah SAW. Suatu ketika, ia kembali mencela Rasulullah SAW, dan datanglah seorang laki-laki mencekik lehernya hingga mati. Rasulullah SAW pun menghalalkan darah wanita itu.” [HR. Abu Dawud]

Hadits di atas menyatakan dengan jelas, bahwa darah orang yang menghina, menghujat, dan mencela Rasulullah SAW adalah halal. Dengan kata lain, siapa saja yang menghina Rasulullah SAW wajib dijatuhi hukuman mati.
Orang-orang yang mencela Rasulullah SAW taubatnya tidak akan diterima, dan ia tetap dijatuhi hukuman mati meskipun ia telah bertaubat dan meminta maaf. Ketentuan semacam ini didasarkan kepada firman allah swt:


“ Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan ampunan bagi mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” [al Munaafiquun: 6]

Kenapa Kaum Kafir bisa Seenak Hati Menghina Nabi SAW ?
Diyakini atau tidak Kaum kafir bisa sewenang-wenang menghina nabi SAW karena saat ini kaum muslimin lemah tidak berdaya walaupun jumlah mereka banyak dan sebaliknya kaum kafir kuat dan menguasai dunia.
Hal ini terjadi karena kaum muslimin tidak punya institusi berupa Daulah (Negara) Khilafah Islam yang bisa mewujudkan kemuliaan mereka, bisa menyiutkan nyali orang kafir, serta bisa menjaga kemuliaan Nabi mereka dengan menghukum MATI siapa saja yang berani menghina Rasul mereka. Wallâhu a‘lam.

Memimpikan Kesejahteraan Sosial

Kita bisa menarik kesimpulan bahwa kondisi kita saat ini -sebagian besar- masih belum bisa dikatakan ‘sejahtera’. Sejahtera secara sederhana diartikan sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar seperti kebutuhan jasmani (sandang, pangan, papan), rohani (pendidikan, ketentraman, keadilan), dan sosial (terbebas dari masalah-masalah sosial). (Edi Suharto: 2005). Secara faktual kita melihat kemiskinan dan kelaparan merajalela, pendidikan mahal, ketentraman dan keadilan merupakan barang yang amat langka, dan kita dikepung oleh belbagai masalah-masalah sosial yang menyesakkan pribadi dan menambah kekacauan di tengah-tengah masyarakat.
“Kesejahteraan Sosial” dapat diartikan sebagai suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun sprituil yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat (UU no 6 Tahun 1974 tentang ketentuan pokok Kesejahteraan Sosial).
Definisi di atas adalah bahasa ‘langit’ yang tampaknya jauh panggang dari api. Lawan dari sejahtera adalah nelangsa atau sengsara. Secara lahiriyah (materi), kelaparan, gizi buruk, kejahatan, dan masalah-masalah sosial amat akrab dengan kehidupan kita. Secara batiniyah (spiritual) lebih parah lagi. Kenelangsaan batin bukan hanya melanda orang miskin saja, orang kaya sekalipun bahkan banyak yang mengalaminya. Dihadapan kita banyak tersaji berbagai berita tentang bunuh diri, mewabahnya penyakit stroke dan jantungan, depresi (dalam bentuk stress, gila, dan lain-lain). Kasus teranyer yakni korupsi merupakan salah satu bentuk kenelangsaan batiniyah. Kenapa kasus korupsi merajalela?, ya salah satunya karena Batin para pelaku korupsi (koruptor) tadi nelangsa, kering, gersang, dan lumutan.
Salah satu premis yang ingin saya paparkan disini adalah bahwa kesejahteraan sosial bukanlah sifat melainkan kondisi. Kesejahteraan sosial bukanlah suatu istilah normatif yang kamuflase alias mengawang-ngawang. Akan tetapi kesejahteraan merupakan suatu kondisi dan realitas yang memang sangat mungkin untuk kita wujudkan. Memang situasi kehidupan kita saat ini ‘mensetting’ kita untuk merasa pesimis, skeptis dan fatalis. Tetapi bagaimanapun juga sejarah kehidupan masa lalu membuktikan bahwa kesejahteraan sosial dalam makna kondisi memang terwujud. Kita bisa membaca dalam buku sejarah bagaimana dulu pada saat kekhilafahan Umayyah berkuasa (terutama ketika dipimpin oleh Umar bin abdul aziz) para petugas Negara sangat sulit menemukan orang yang mau menerima sedekah karena memang sebagian besar rakyat berada dalam kondisi sejahtera, kemudian pendidikan digratiskan, kapitalisasi dan monopoli ‘diharamkan’ serta ketenangan dan keamanan masyarakat terjamin.
Lalu kemudian muncul pertanyaan besar dibenak kita, apakah ‘mimpi’ kesejahteraan sosial tersebut seperti dalam ilustrasi diatas mampu kita realisasikan saat ini? Atau juga pertanyaan besar lain, bagaimana cara mewujudkan kesejahteraan sosial dalam makna kondisi tersebut?.
Inilah sebenarnya pertanyaan besar kita yang mana banyak pakar dan ahli mencoba memberikan jawaban secara praktis dan teoritis. Pakar ekonomi menawarkan solusi kebijakan ekonomi, para politikus menggunakan pendekatan kebijakan politik-negara, sebagian ahli agama menggunakan pendekatan perbaikan akhlak, para budayawan menggunakan pendekatan ‘pembenahan’ moral dan kultural bangsa. Atau juga para reformis yang menawarkan pendekatan perombakan sistem kehidupan guna mewujudkan kesejahteraan yang komprehensif.
Maka sebagai penutup dari tulisan ini, sudah sewajarnyalah bagi kita untuk menjadikan kesejahteraan sosial sebagai target riil kita. Sekali lagi ditekankan disini bahwasanya kondisi kesejahteraan sosial yang komprehesif bukanlah mimpi belaka. Namun masalahnya adalah terkait cara bagaimana mewujudkan target tersebut. Ada berbagai macam penawaran cara dan metode, ada berbagai macam pendapat dan teori, serta ada berbagai macam kebijakan dan upaya untuk merealisasikan kesejateraan sosial. Namun sejauh ini semua cara, metode, pendapat, teori, kebijakan, dan upaya-upaya yang telah diusahakan tersebut telah tumpul dan tidak efektif. Hal ini terjadi karena upaya-upaya tadi bersifat pragmatis, parsial, dan menyentuh kulit luar saja. Oleh karena itu marilah kita belajar dari pengalaman. Yakni berupaya mewujudkan kondisi kesejahteraan sosial bukan dengan upaya-upaya, pendapat, dan kebijakan yang masih bersipat pragmatis tadi melainkan dengan mengurai, menemukan, dan memecahkan akar masalahnya. Saya berpendapat bahwa akar masalah sulitnya kita mewujudkan kesejahteraan sosial karena system kehidupan kita ternyata bukan mensejahterakan akan tetapi menelangsakan. Maka sudah barang tentu system kehidupan kita saat ini dievaluasi kemudian diganti dengan system kehidupan yang memang shahih dan tentunya mensejahterakan.

KRIMINALITAS DALAM PRESPEKTIF ISLAM

Kriminalitas di negara ini kian meningkat. Realita ini menjadikan negara yang mengadopsi sistem hukum sekularistik ini amburadul, tak karuan, parah dan mencemaskan. Kriminalitas itu sendiri terjadi diberbagai tempat di seluruh wilayah Indonesia. Dan, boleh dibilang tiada ada hari tanpa kriminalitas. Setiap hari kita bisa saksikan berbagai pemberitaan di media massa, baik cetak maupun elektronik mengupas liputan mengenai berbagai kriminalitas. Beragam kriminalitas kerap muncul dan menghiasi berita media. Sebenarnya, disamping berita yang terliput, namun masih banyak lagi kriminalitas lain yang lepas dari liputan media.
Saat ini dengan sangat mudah kita menemukan hampir semua bentuk-bentuk kriminalitas seperti : Pencurian, Pembunuhan, Penganiayaan, Perjudian, Pornografi, Perkosaan, Percabulan, Prostitusi, Praktik Penyimpang Seks, Miras, Narkoba, Premanisme, korupsi, dan berbagai bentuk-bentuk lain yang sebelumnya mungkin belum pernah kita dengar.

Kriminalitas dan Hukum Sekularis-Kapitalis
Pelaksanaan hukum di Indonesia memiliiki banyak kelemahan atau kekurangan. Paling tidak ada tiga faktor signifikan yang melatarbelakangi kelemahan tersebut, yakni : Pertama Produk Hukum, Kedua Penegak Hukum, dan ketiga Sanksi (Hukuman).
Diakui atau tidak, realita merajalelanya kriminalitas menunjukkan bahwa eksistensi hukum barat telah gagal memberikan kepastian hukum dan keadilan dalam masyarakat, dan telah gagal pula memanusiakan manusia. Hukum positif merupakan produk kehendak rakyat tanpa terikat dengan agama. Apa saja yang dikehendaki rakyat, jika didukung oleh suara mayoritas, maka dilegalkan menjadi sebuah hukum. Hukum dengan sendirinya berubah-ubah sesuai dengan keinginan suara mayoritas rakyat. Jika arus suara mayoritas menghendaki suatu hukum tertentu, maka suara minoritas termarginalkan. Walhasil, dengan prinsip-prinsip ini banyak dijumpai hukum (undang-undang) yang bertentang dengan norma agama dan etika

Islam Memandang Tindak Kejahatan
Islam menganggap bahwa kejahatan adalah perbuatan-perbuatan tercela (al-qabih). Sedangkan yang dimaksud dengan tercela (al-qabih) adalah perbuatan-perbuatan yang Allah cela. Itu sebabnya, suatu perbuatan tidak dianggap jahat kecuali jika ditetapkan oleh syara’ bahwa perbuatan tersebut tercela. Ketika syara’ telah menetapkan bahwa perbuatan itu tercela, maka sudah pasti perbuatan tersebut disebut kejahatan, tanpa melihat lagi apakah tingkat dan jenis kejahatan tersebut besar ataupun kecil. Syara’ telah menetapkan perbuatan tercela sebagai dosa (dzunub) yang harus dikenai sanksi. Jadi, dosa itu substansinya adalah kejahatan.
Kejahatan sendiri bukan berasal dari fitrah manusia. Kejahatan bukan pula semacam “profesi” yang diusahakan oleh manusia. Kejahatan bukan juga ‘penyakit’ yang menimpa manusia. Kejahatan (jarimah) adalah tindakan melanggar aturan yang mengatur perbuatan-perbuatan manusia dalam hubungannya dengan Rabbnya, dengan dirinya sendiri, dan hubungannya dengan manusia lain. Allah Swt telah menciptakan manusia lengkap dengan potensi kehidupannya, yaitu meliputi naluri-naluri dan kebutuhan jasmani. Naluri-naluri dan kebutuhan jasmani adalah potensi hidup manusia yang mampu mendorong manusia untuk melakukan pemenuhan terhadap potensi hidupnya. Manusia yang mengerjakan suatu perbuatan yang muncul dari potensi hidup tadi, adalah dalam rangka mendapatkan pemenuhan terhadap potensi hidupnya.
Meskipun demikian membiarkan pemenuhan itu tanpa aturan, akan menghantarkan kepada kekacauan dan kegoncangan. Juga akan menghantarkan kepada pemenuhan naluri maupun kebutuhan jasmani yang salah, atau pemenuhan yang tercela. Oleh karena itu, ketika Allah Swt. mengatur perbuatan-perbuatan manusia, Allah juga telah mengatur pemenuhan terhadap naluri-naluri dan kebutuhan jasmani harus diatur dan sesuai dengan hukum. Syari’at Islam telah menjelaskan kepada manusia, hukum atas setiap peristiwa yang terjadi. Itu sebabnya Allah Swt. mensyari’atkan halal dan haram. Syara’ mengandung perintah dan larangan-Nya, dan Allah Swt. meminta manusia untuk berbuat sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah Swt. dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Jika menyalahi hal tersebut, maka manusia telah melakukan perbuatan tercela, yakni melakukan kejahatan. Oleh karena itu, orang-orang yang berdosa harus dikenai sanksi (‘iqab). Dengan demikian, manusia dituntut untuk mengerjakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Perintah dan larangan tersebut tidak akan berarti sama sekali jika tidak ada sanksi bagi orang yang melanggarnya. Syari’at Islam menjelaskan bahwa bagi pelanggar akan dikenai sanksi di akhirat dan di dunia. Allah Swt. akan memberi sanksi di akhirat bagi pelanggar, dan Allah juga akan mengadzabnya kelak di hari kiamat
Sanksi (‘iqab) disyari’atkan untuk mencegah manusia dari tindak kejahatan
Allah Swt. berfirman:

‘Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa.’ (TQS. al-Baqarah [2]:179)
Maksud ayat tersebut bahwa di dalam pensyari’atan qishash bagi kalian, yakni membunuh lagi si pembunuh, terdapat hikmah yang sangat besar, yaitu menjaga jiwa (manusia). Sebab, jika pembunuh mengetahui akan dibunuh lagi, maka ia akan merasa takut untuk melakukan pembunuhan. Itu sebabnya, di dalam qishash ada jaminan hidup bagi jiwa. Pada ghalibnya, jika orang berakal mengetahui bahwa bila ia membunuh akan dibunuh lagi, maka ia tidak akan melakukan pembunuhan tersebut. Dengan demikian, ‘uqubat (sanksi-sanksi) berfungsi sebagai zawajir (pencegahan). Keberadaannya disebut sebagai zawajir, sebab dapat mencegah manusia dari tindak kejahatan.
Sanksi di dunia bagi para pendosa atas dosa yang dikerjakannya di dunia dapat menghapuskan sanksi di akhirat bagi pelaku dosa tersebut. Hal itu karena ‘uqubat berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Keberadaan uqubat sebagai zawajir, karena mampu mencegah manusia dari perbuatan dosa dan tindakan pelanggaran. Keberadaan ‘uqubat sebagai zawabir, dikarenakan ’uqubat dapat menebus sanksi akhirat. Sanksi akhirat bagi seorang muslim akan gugur oleh sanksi yang dijatuhkan negara di dunia. Dalilnya adalah apa diriwayatkan oleh Bukhari dari ‘Ubadah bin Shamit ra berkata:

“Kami bersama Rasulullah saw dalam suatu majelis dan beliau bersabda, “Kalian telah membai’atku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, tidak mencuri, tidak berzina, kemudian beliau membaca keseluruhan ayat tersebut. “Barangsiapa diantara kalian memenuhinya, maka pahalanya di sisi Allah, dan barangsiapa mendapatkan dari hal itu sesuatu maka sanksinya adalah kifarat (denda) baginya, dan barangsiapa mendapatkan dari hal itu sesuatu, maka Allah akan menutupinya, mungkin mengampuni atau mengadzab.”

Hadits ini menjelaskan bahwa sanksi dunia diperuntukkan untuk dosa tertentu, yakni sanksi yang dijatuhkan negara bagi pelaku dosa, dan ini akan menggugurkan sanksi akhirat.
Dengan demikian, tidak ada satu sistem hukum-pun di dunia ini yang serupa sebagaimana sistem hukum Islam. Sistem hukum Islam berfungsi sebagai pencegah (zawajir) atas tindak kriminalitas sekaligus sebagai penebus (jawabir) atas tindakan jahat yang telah dilakukan oleh si pelaku.

Keampuhan Syariat Islam karena Dorongan Takwa Individu dan Ketegasan Negara
Membicarakan tentang syariat Islam tidak bisa dipisahkan dengan akidah Islam. Sebab, syariat Islam muncul dan berasal dari akidah Islam. Oleh karena itu syariat Islam tidak akan dapat tegak di tengah-tengah masyarakat, kecuali masyarakat tersebut telah menjadikan akidah Islam (tentu juga syariatnya) sebagai pandangan hidup, sebagai ideologi (mabda)-nya. Sehingga masyarakat tersebut memiliki ciri khas sebagai masyarakat Islam, yang menjalankan sistem hukum (peraturan) Islam secara total.
Al-Quran telah menggandeng keimanan dengan kerelaan untuk menerima dan menjalankan sistem hukum Islam. Firman Allah Swt:




‘Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan. Kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan. Dan mereka menerima dengan sepenuhnya.’ (TQS. an-Nisa [4]: 65)
Ini menunjukkan bahwa keterkaitan antara perkara akidah (yang menyangkut keimanan) dengan syariat (yang menyangkut sikap rela dengan pelaksanaan hukum Islam) tidak dapat dipisahkan. Dan menganggap bahwa Muslim mana saja yang mengaku-ngaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tetapi tidak mau menjalankan hukum-hukum Islam, bahkan menolak penerapan hukum Islam atas dirinya, atas masyarakat dan atas negara, maka sama saja ia dengan orang yang tidak beriman. Seorang Muslim tidak patut melawan dan menolak penarapan sistem hukum Islam. Rasulullah saw bersabda:

«لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتىَّ يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ»
‘Tidak beriman seseorang sehingga hawa nafsunya (keinginannya) disesuaikan dengan apa yang telah didatangkan bersama aku (yaitu hukum-hukum Islam)’
Sungguh sikap penolakan dan perlawanan atas diterapkannya sistem hukum Islam yang tampak di sebagian masyarakat kaum Muslim –terutama kalangan intelektualnya- sangat berbeda dengan sikap kaum Muslim di masa Rasulullah saw. Ibnu Jarir berkata, telah berkata kepadaku Muhammad bin Khilif, dari Sa’id bin Muhammad al-Harami, dari Abi Namilah, dari Salam maula Hafsh Abi al-Qasim, dari Abi Buraidah dari bapaknya, yang berkata, ‘Kami tengah duduk-duduk sambil minum di atas pasir, dan kami bertiga atau berempat. Di tengah kami terdapat bejana (berisi khamar), dan kami tengah minum-minum menikmatinya. Saat itu Rasulullah saw menerima ayat pengharaman khamar (TQS. al-Maidah [5]: 90-91). Akupun datang kepada sahabat-sahabatku, lalu aku bacakan ayat tersebut sampai pada bagian akhir ayat (yaitu), ‘Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)’. (Ia berkata), sebagian masyarakat (saat itu) tengah memegang minuman di tangannya, sebagian lagi telah meminumnya, dan sebagian lagi (khamarnya) masih berada di dalam cangkirnya. Tatkala cangkirnya diangkat (hampir menyentuh bibirnya), maka seketika itu juga dicampakkannya cangkir dan wadah-wadah khamar, seraya (mereka) berkata: ‘Kami telah berhenti wahai Tuhan kami’ (Tafsir Ibnu Katsir, jilid II/118). Hanya masyarakat yang memiliki akidah mendalam dan terpateri di dalam jiwanyalah yang sanggup menyingkirkan hawa nafsu dan keinginannya yang jahat, seraya mendengar dan mentaati apa saja yang berasal dari Allah Swt dn Rasul-Nya.
Dari sinilah Allah Swt menjadikan hukum-hukum sanksi (‘uqubat) sebagai bentuk hukum praktis sekaligus sebagai metoda pelaksanaan atas perintah maupun larangan Allah Swt bagi siapa saja yang melanggar kewajiban-Nya dan terjerumus dalam tindakan yang diharamkan-Nya.
Tatkala Allah Swt mengharamkan perzinaan, maka Allah Swt mensyariatkan hukum jilid (cambuk) atau rajam atas pelaku zina. Tatkala Allah Swt mengharamkan minum khamar, maka Allah Swt juga mensyariatkan hukum cambuk bagi peminumnya, serta mencela 10 orang yang terlibat di dlam proses produksi minuman khamar. Tatkala Allah Swt melarang untuk membunuh seseorang, maka Allah Swt juga mensyariatkan hukum qishash bagi pelanggarnya. Tatkala Allah Swt melarang tindak pencurian, maka Allah Swt mensyariatkan hukum potong tangan bagi pelaku pencurian. Tatkala Allah Swt mewajibkan untuk mentaati ulil amri (Khalifah), maka Allah Swt mensyariatkan hukum bughat bagi para pembangkang. Tatkala Allah Swt mewajibkan untuk selalu terikat dengan akidah dan syariat Islam, maka Allah Swt mensyariatkan hukum riddah bagi orang-orang yang murtad. Dan banyak lagi.
Semua itu menunjukkan bahwa tidaklah Allah Swt dan Rasul-Nya memerintahkan sesuatu melainkan terdapat pula hukum-hukum (sanksi) bagi yang meninggalkannya. Begitu juga tidaklah Allah Swt dan Rasul-Nya memerintahkan untuk meninggalkan sesuatu, melainkan pasti dijumpai hukum-hukum yang berkaitan dengan ‘iqab (sanksi) atas pelakunya.
Pihak yang menjadi pelaksana atas seluruh hukum-hukum sanksi yang dijatuhkan kepada para pelanggar adalah negara, melalui proses peradilan dengan menghadirkan terdakwa, pendakwa, saksi-saksi maupun bukti. Dalam hal ini syariat Islam juga memiliki sistem hukum yang menjadi salah satu unsur dari sistem peradilan Islam, yaitu hukum-hukum tentang pembuktian (ahkam al-bayyinaat). Bukti merupakan hujjah bagi si pendakwa untuk memperkuat dakwaannya. Bukti juga merupakan penjelas untuk memperkuat dakwaan. Oleh karenanya bukti haruslah bersifat pasti dan meyakinkan. Untuk itu Rasulullah saw meminta bukti-bukti haruslah meyakinkan:

«إِذَا رَأَيْتَ مِثْلَ الشَّمْسِ فَاشْهَدْ وَاِلاَّ فَدَعْ»
‘Jika kalian melihatnya seperti kalian melihat matahari, maka bersaksilah. (namun) jika tidak, maka tinggalkanlah’.

Aturan Syara’ untuk Mengurangi Tidak Kekerasan dan Kriminalitas
Hukum Islam sangat lengkap dan mampu menjawab persoalan hukum dan keadilan. Menurut Syeik Abdurrahman al-maliki dalam kitabnya Nidzam al-Uqubat bahwa sanksi didalam hukum Islam terdiri 4 macam, yakni : Had, Jinayat, Ta’zir dan Mukhalafah. Sanksi (uqubat) memiliki fungsi pencegah dan penebus. Syeik Muhammad Muhammad Ismail dalam kitabnya Fikr al-Islam menjelaskan bahwa sanksi berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Pencegah maksudnya dengan sanksi itu orang takut berbuat jahat, karena menyadari hukumannya berat. Penebus maksudnya orang berdosa di dunia harus mendapatkan hukuman agar ia terlepas siksa di akhirat.[1]
Didalam al-Qur’an, Allah memerintahkan kita untuk berhukum dengannya dan mencampakkan sistem hukum buatan manusia :

“Maka, putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan (al-Qur’an) dan janganlah kamu mengikuti hawa hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran (hukum Allah) yang telah datang kepadamu” (TQS. Al-Maidah [5]: 48).

Khatimah
Berdasarkan paparan diatas, maka pelaksanaan sistem hukum Islam termasuk sanksi-sanksi, ditentukan oleh dorongan ketakwaan kaum Muslim dan ketegasan negara di dalam menjalankan sistem hukum Islam. Apabila hal ini terwujud, maka fungsi hukum Islam sebagai pencegah (zawajir) dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Namun, semua itu memerlukan eksistensi masyarakat Islam –yang memiliki ketakwaan tinggi- yang berada di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah, yang menjalankan sistem hukum Islam secara total. Tanpa itu, mustahil !
· syabab Hizbut Tahrir, aktivis Masjid Unpad
· E-mail : mailto:revolusisystem@yahoo.co.id%20_%20phone : 0899 789 3977

TURUNKAN HARGA-HARGA !

Ada teman yang mengungkapkan pernyataan fesimis “Di negeri ini harga-harga barang naik semua tidak ada yang turun kecuali harga Nyawa dan harga Diri”. Pernyataan ini –walaupun sedikit didramatisir- menggambarkan kepada kita betapa sulitnya hidup pada saat ini. Harga sembako melonjak tajam. Minyak goreng yang bulan kemarin bisa kita beli seharga Rp 6.000/Kg saat ini harganya telah naik menjadi Rp 15.000/Kg (bahkan terindikasi harganya akan terus naik). Beras naik tajam, minyak tanah (di beberapa daerah) juga naik menembus harga Rp 10.000/liter, Pertamax naik, solar naik, Mie instan (yang merupakan makanan pokok kedua bagi masyarakat menengah ke bawah termasuk mahasiswa) juga naik. Konsekuensinya jika harga barang-barang pokok naik maka tentunya harga barang-barang turunannya juga pasti naik. Maka wajar jika pengelola warung makan dan restoran, tukang Batagor, penjual nasi goreng, dan yang lain harus menaikkan harga. Kesimpulannya tidak ada barang yang harganya tidak naik!

Fenomena kenaikan harga di atas tentunya pasti ada penyebabnya. Fenomena kenaikan harga ini bisa terjadi secara alamiyah dan bisa pula sengaja disetting supaya harga-harga barang melonjak naik. Jika kita telusuri ada beberapa penyebab kenaikan ini diantaranya:
1. Mekanisme Pasar
Mekanisme pasar merupakan alasan ‘kaku’ dan ‘normatif’ dari pemerintah untuk membenarkan fenomena kenaikan harga-harga barang. Secara sederhananya dalam sistem pasar jika permintaan (dari konsumen) bertambah maka harga akan naik dan jika penawaran (dari Produsen barang) berkurang maka harga juga akan naik. Banyak orang yang salah kaprah menyatakan bahwa kenaikan barang murni karena mekanisme pasar. Padahal, di negara manapun –termasuk AS- kenyataannya tidak ada pasar (yang) bebas, dan pasti negara berkepentingan (bahkan berkewajiban) untuk mengintervensi perekonomian termasuk mengatur mekanisme pasar.
2. Permainan Pengusaha
Para penguasaha yang notebene-nya merupakan produsen/distributor barang-barang kebutuhan pokok masyarakat pasti memiliki filosofi “matrialis”:mengeluarkan modal sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Prinsip ini sebenarnya sah-sah saja asalkan dalam menjalankan aktivitanya para pengusaha/ pedagang sesuai dengan koridor/aturan yang benar. Namun sayangnya saat ini aturan sistem ekonomi kita kacau balau dan diperparah lagi dengan tindak tanduk para pengusaha yang ‘menghalalkan segala cara’ demi untuk memperoleh keuntungan-keuntungan yang sebesar-besarnya. Untuk memperbesar keuntungan para pengusaha-
tidak canggung untuk menyogok dan menyuap, terbiasa menimbun barang (padala hal ini dilarang oleh syariat), sangat suka saling sikut dan menjatuhkan antar sesama pengusaha, serta berbagai aktivitas-aktivitas syaitan yang lain.
3. Permainan Pemerintah
Kita harus meyakini bahwa tugas utama pemerintah adalah mengurusi urusan-urusan rakyat (ri’ayah li suulil ummah) jadi pemerintah harus mengelola sumber-sumber daya alam yang ada, pemerintah harus mengelola pertanian dengan baik sehingga rakyat bisa memperoleh barang-barang kebutuhannya dengan murah -bila perlu- secara gratis. Hal ini sebenarnya bisa terwujud mengingat potensi alam kita yang luar biasa. Seperti lagu koes plus, di negeri ini tongkat saja bisa jadi tanaman, di negeri ini menggali tanah bisa dapat emas dan perak, di negeri ini pula ‘berenang’ di lautan bisa dapat mutiara dan beratus ribu Ton Ikan.
Lalu apa yang salah sehingga walaupun kekayaan alam kita melimpah ruah tetapi kita tetap hidup nelangsa?. Ya berarti yang salah adalah negara yang ‘tidak bisa’ mengurusi rakyat dan ‘kurang’ bisa mengelola kekayaan alam.
4. Kombinasi antar ketiga hal di atas
akan tetapi tentunya ketiga hal di atas tidak serta merta berdiri sendiri namun saling berhubungan satu sama lain. Jika kita mengurai dan menganalisis secara mendalam maka akar masalah kenaikan harga-harga barang adalah kekacauan sistem kehidupan kita salah satunya sistem perekonomian. Bukan rahasia kalau sistem perekonomian kita adalah sistem ekonomi kapitalisme-matrialisme-libralisme. Walaupun dibungkus dengan nama sistem ekonomi demokrasi Pancasila tetapi pondasi-pondasi ekonomi kita adalah teori dan praktik sesat. Dalam Sistem ekonomi negeri ini kita mengenal yang namanya Riba/Bunga, pasar uang, Penimbunan barang, dan penguasaan kekayaan-kekayaan alam oleh pengusaha. Padahal, HARAM hukumnya Kekayaan-kekayaan alam yang merupakan Milik bersama (milkul ammah) dan dikelola oleh negara diserahkan kepada pengusaha apalagi kepada pengusaha asing. Secara sistemik kenaikan harga-harga barang tidak lepas dari dua hal yakni sistem perekonomian yang kacau serta perilaku pengusaha-penguasa yang ‘kurang’ terpuji.
5. Kecelakaan dan bencana
secara faktual tentunya ada faktor lain yang bisa juga mempengaruhi harga barang. Hal tersebut misanya kecelakaan dan bencana. Kecelakaan dan bencana yang terjadi bisa merusak barang-barang kebutuhan masyarakat Seperti kasus banjir, angin puting beliung, serta wabah hama yang merusak lahan pertanian. Namun demikian Hal ini bersifat di luar jangkauan kita selaku manusia.

Selanjutnya kita beranjak untuk mencari solusi permasalahan ini. Berbicara masalah solusi tentunya solusi praktisnya adalah menurunkan harga-harga barang dan meningkatkan daya beli masyarakat. Untuk bisa mewujudkan solusi tadi tentunya prosesnya tidak gampang dan harus persifat holistic (menyeluruh). Maka bukan merupakan tindakan yang solutif jika untuk menurunkan harga barang diambil kebijakan operasi pasar, menurunkan bea masuk infor, menurunkan pajak, dll. Kita harus bisa berfikir komprehensif bahwa jika sistem ekonomi kita masih saja tetap sekuler dan kapitalistik maka adalah sulit bagi kita untuk hidup sejahtera. Kita memerlukan sistem, aturan-aturan, serta kebijakan yang sesuai dengan fitroh manusia dan dapat diterima oleh akal, yang mana itu semua dijalankan oleh penguasa dan pengusaha yang amanah dan adil.
Tidak ada jalan pintas dalam Perubahan. Jika kita ingin hidup sejahtera ingin bisa membeli barang-barang kebutuhan pokok dengan murah, ingin punya pekerjaan tetap maka kita harus berfikir sistemik bahwa kita harus merubah sistem dan aturan-aturan kehidupan kita dengan sistem dan aturan-aturan yang menentramkan dan mensejahterakan yakni Sistem Islam. Islam telah terbukti secara teoritis dan aplikatif bisa mewujudkan kesejateraan bagi masyarakat.
Islam yang ditegakkan dalam bentuk Daulah Khilafah akan mengelola sumber daya alam sesua dengan aturan syariat sehingga tidak ada swasta yang akan menguasai barang tambang, Air, Hutan, Listrik, dll.
Daulah Khilafah akan Mengelola sektor pertanian sesuai dengan aturan syariat sehingga tidak ada lahan/tanah yang menganggur (tidak dikelola), tidak ada sewa-menyewa lahan, negara memfasilitasi dan memberikan pupuk murah kepada petani, dan kemudian negara mengatur supaya hasil pertanian bisa oftimal untuk dipergunakan oleh masyarakat.
Daulah Khilafah akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat. Harga-harga barang akan disetting supaya bisa dijangkau oleh masyarakat luas, dan untuk masyarakat yang tidak mampu, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok mereka ditanggung oleh negara. Insyaallah!!!
Allahusubhanahu wataala a’lam

* Mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial, Aktivis Masjid UNPAD
http/: revorosi.blogspot.com
E-mail: revolusisystem@yahoo.co.id_Phone+0899 789 3977

3 Maret

  •  ••        .....  
“ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…. “ (QS Ali Imran: 110)



Poin 1 Kemuliaan dan Ketinggian Islam
Siapapun dia –jika memang mengaku islam- harus meyakini akan kemuliaan dan ketinggian islam. Sistem islam memiliki konsep dan aturan-aturan yang mampu menyelesaikan seluruh problematika kehidupan Manusia
Poin 2 Islam diaktualisasikan dan dipraktekkan secara komprehesif melalui institusi politik berupa Negara Islam
Logikanya seperti ini, suatu sistem kehidupan yang terdiri atas konsep-konsep kehidupan semacam konsep ekonomi, konsep politik, konsep Sosial (interaksi dalam masyarakat), dan konsep hukum, baru diketahui keunggulannya dimata manusia, kemampaatannya bagi manusia, dan kemampuaanya ‘mengatur’ kehidupan manusia jika sistem kehidupan tersebut diterapkan secara KOMPREHENSIF (kaffah).
Kita mengetahui sistem ekonomi kapitalisme karena memang sistem ini diterapkan oleh negari kita ini, kita mengenal sistem hukum kolonialisme karena memang sistem ini dipakai di negari kita ini, kita juga mengenal sistem politik demokrasi karena memang sistem ini diagung-agungkan di negari kita ini.
Semua sistem kehidupan yang ada di dunia ini dibagi menjadi dua, ada yang benar dan ada yang salah. Dan pasti pemikiran rasional kita menyakini bahwa yang benar dan ideal tentunya adalah sistem kehidupan yang berasal dari sang Pencipta (Allah Adzawajalla). Kemudian jika kita ditanya apakah islam –yang notebenenya diturunkan oleh allah SWT- layak untuk menjadi sistem kehidupan kita, lalu Kira-kira apa kawaban kita ???
Allah swt berfirman;
“Siapa saja yang tidak menerapkan hukum berdasarkan dengan apa yang diturunkan Allah (yaitu Al Qur’an dan As Sunnah), maka mereka itulah tergolong orang-orang kafir.” (Qs. Al-Maa’idah [5]: 44)

Poin 3 Untuk mengaktualisasikan konsepsi sistem kehidupan Islam maka keberadaan Negara Khilafah Islam adalah sebuah keniscayaan
Negara khilafah Islam memiliki tugas utama untuk menerapkan Islam serta menyebarluaskan Islam ke seluruh dunia dengan jalan dakwah dan jihad fi sabilillah. Disini timbul pertanyaaan, seberapa penting kita membutuhkan institusi negara? Jawaban sederhananya adalah seperti ikan yang membutuhkan air sebagai media yang bisa membuat ikan tersebut hidup. Adalah suatu keganjilan besar ketika kita memiliki konsep yang Mustaniir (sempurna) tetapi tidak ada wadah dan institusi yang akan menerapkan konsep tersebut.
Sebagai contoh adalah sistem ekonomi islam yang menjanjikan kesejahteraan lahir-batin bagi masyarakat akan efektif jika diterapkan oleh institusi negara. Ketentuan-ketentuan sistem ekonomi islam semacam kewajiban zakat, ketentuan pengelolaan sumber daya alam, waris, pelarangan riba, dll hanya akan bisa diterapkan oleh negara yang menjadikan Islam sebagai idiologinya.
Poin 4 Tulisan ini mengangkat Judul 3 Maret, ada apa gerangan dengan tanggal 3 maret?
Yang pasti tanggal 3 maret adalah salah satu moment sejarah penting umat islam, dan saya yakin kita faham bagaimana dan seperti apa momen tersebut.
Poin 5 Islam dan kaum muslimin akan berkuasa di atas muka bumi
Sebagai penutup, saya ingin meyakinkan diri saya sendiri dan seluruh kaum muslimin sekalian bahwa bagaimanapun Islam nantinya akan berkuasa di atas muka bumi!. Allahu subhanahuwataala a’lam

       •              •                   
“ Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.” (QS An Nuur : 55)



Fahruruddin ar Rozy
Aktivis Masjid UNPAD
E-mail: revolusisystem@yahoo.co.id_ Phone 0899 789 3977

SIAPA CALON GUBERNUR (Jabar) PILIHAN ANDA ?

Beberapa waktu yang lalu tepatnya tanggal 20 Januari 2008 KPUD Jabar mengesahkan tiga pasang calon gubernur Jabar periode 2008-2013 yakni pasangan gubernur Inncubent Danny Setiawan-Iwan Sulandjana, pasangan ‘sepuh’ Agum Gumelar-Nu’man Abdul Hakim, serta pasangan ‘muda’ Ahmad Heriyawan-Dede Yusuf.
Pemilihan kepala daerah langsung atau Pilkada Saat ini sedang menjadi ‘bola panas’ yang oleh sebagian orang dianggap sebagai ‘buah manis’ demokrasi dan oleh sebagian yang lain dianggap sebagai suatu proses sia-sia, pemborosan uang rakyat, serta menimbulkan konflik di tengah-tengah masyarakat. Pandangan terakhir ini memang ada benarnya karena beranjak dari fenomena kekisruhan Pilkada yang terjadi di berberapa daerah. Kita ambil contoh kasus yang terjadi di Sulawesi Selatan, Purwakarta, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, dan dibelbagai daerah yang lain.
Pemilu maupun Pilkada memang merupakan suatu hal yang strategis dalam suatu sistem pemerintahan. Prof. Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik menyebut Pemilu sebagai pilar dan ujung tombak sistem demokrasi.
Oleh beberapa orang Pilkada dianggap bisa melahirkan pemimpin-pemimpin yang berkualitas –karena dipilih langsung oleh rakyat-, bisa melahirkan perubahan serta bisa mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Pilkada dan Perubahan Masyarakat
Landasan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung adalah Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Dalam Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Selanjutnya timbul pertanyaan besar dibenak kita, apakah dengan Pilkada ini bisa terlahir pemimpin yang mampu membawa perubahan di tengah-tengah masyarakat?
Calon pemimpin yang memiliki kualitas tentunya bukan orang-orang menempuh cara ‘haram’ untuk mendapatkan kekuasaan seperti penipuan, pemalsuan ijazah, dan penyuapan. Pemimpin berkualitas haruslah percaya kepada Tuhan termasuk apa-apa yang diturunkan oleh-Nya serta memiliki moralitas dan keperibadian luhur.
Dalam konteks kemampuan personal, saya yakin ketiga pasang calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat saat ini memiliki kompetensi dan kapabilitas. Namun tentunya pemimpin –gubernur dan wakil gubernur- sesunggunya hanya salah satu bagian dari sistem kehidupan politik, dan tentunya pemimpin dan sistem kehidupan politik merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Selain itu ada satu hal yang perlu kita fahami bersama bahwa kehidupan kita saat ini penuh dengan belbagai permasalahan bukan semata-mata karena pemimpin kita tidak berkualitas, namun lebih dari itu bisa jadi akar masalahnya adalah Sistem kehidupan kita. Kita bangga berpolitik ala Demokrasi padahal dengan Demokrasi kita bertambah melarat disegala lini. Untuk mewujudkan masyarakat demokratis kita harus berkonflik bahkan ‘cakar-cakaran’ dengan saudara-saudara kita, kemudian untuk alasan demokratisasi kita dengan mudahnya ‘dijajah’ oleh asing.
Menurut saya alam Demokrasi di negeri ini diwarnai dengan aroma darah, air mata, dan kesengsaraan. Kemiskinan merajalela, konflik sangat akrab dengan kita, penipuan berkedok korupsi merupakan hal yang biasa, kehidupan keseharian kita dipenuhi oleh kriminalitas serta belbagai problematika lain yang marak bermunculan.
Beranjak dari itu semua, sebenaranya, sistem politik Demokrasi –termasuk turunannya yakni Pilkada- tidak cocok dengan kehidupan kita. Sudah saatnya kita mengevaluasi total konsep Pilkada dan sistem ke-politik-an kita.
Oleh karena itu, sebelum kita menjawab pertanyaan besar yang menjadi judul tulisan ini, terlebih dahulu mari sekali lagi kita bersama-sama mengevaluasi total sistem kehidupan kita khususnya sistem politik kita yang bernama Demokrasi. Tanpa melalui proses ini mustahil bagi kita untuk bisa mencium aroma perubahan.

Kontak Penulis:
E-mail : revolusisystem@yahoo.co.id
Phone : 0899 789 3977 / (022)7794522

Jumat, Maret 28, 2008

Demokratis..kah kita?

Demokrasi yang telah dijajakan negara Barat kafir ke negeri-negeri Islam, sesungguhnya adalah sistem kufur. Ia tidak punya hubungan sama sekali dengan Islam, baik langsung maupun tidak langsung. Demokrasi sangat bertentangan dengan hukum-hukum Islam dalam garis besar maupun rinciannya, dalam sumber kemunculannya, aqidah yang melahirkannya atau asas yang mendasarinya, serta berbagai ide dan peraturan yang dibawanya.

Senin, Maret 24, 2008

welcome to the Forrest

assalamualaikum..
sebuah rangkain kata yang -mungkin- bisa akan mengubah dunia!
saat ini kita harus memulai proses perubahan revorosioner konstruktif-sistemik
karena bagaimanapu kita SANGAT gerah dan kecewa dengan kondisi saat ini
sebagai sapaan pembuka...
selamat berjuang bagi yang suka tantangan
selamat menikmati bagi suka kebahagiaan
keep u spirit!