Sabtu, Maret 29, 2008

SIAPA CALON GUBERNUR (Jabar) PILIHAN ANDA ?

Beberapa waktu yang lalu tepatnya tanggal 20 Januari 2008 KPUD Jabar mengesahkan tiga pasang calon gubernur Jabar periode 2008-2013 yakni pasangan gubernur Inncubent Danny Setiawan-Iwan Sulandjana, pasangan ‘sepuh’ Agum Gumelar-Nu’man Abdul Hakim, serta pasangan ‘muda’ Ahmad Heriyawan-Dede Yusuf.
Pemilihan kepala daerah langsung atau Pilkada Saat ini sedang menjadi ‘bola panas’ yang oleh sebagian orang dianggap sebagai ‘buah manis’ demokrasi dan oleh sebagian yang lain dianggap sebagai suatu proses sia-sia, pemborosan uang rakyat, serta menimbulkan konflik di tengah-tengah masyarakat. Pandangan terakhir ini memang ada benarnya karena beranjak dari fenomena kekisruhan Pilkada yang terjadi di berberapa daerah. Kita ambil contoh kasus yang terjadi di Sulawesi Selatan, Purwakarta, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, dan dibelbagai daerah yang lain.
Pemilu maupun Pilkada memang merupakan suatu hal yang strategis dalam suatu sistem pemerintahan. Prof. Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik menyebut Pemilu sebagai pilar dan ujung tombak sistem demokrasi.
Oleh beberapa orang Pilkada dianggap bisa melahirkan pemimpin-pemimpin yang berkualitas –karena dipilih langsung oleh rakyat-, bisa melahirkan perubahan serta bisa mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Pilkada dan Perubahan Masyarakat
Landasan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung adalah Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Dalam Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Selanjutnya timbul pertanyaan besar dibenak kita, apakah dengan Pilkada ini bisa terlahir pemimpin yang mampu membawa perubahan di tengah-tengah masyarakat?
Calon pemimpin yang memiliki kualitas tentunya bukan orang-orang menempuh cara ‘haram’ untuk mendapatkan kekuasaan seperti penipuan, pemalsuan ijazah, dan penyuapan. Pemimpin berkualitas haruslah percaya kepada Tuhan termasuk apa-apa yang diturunkan oleh-Nya serta memiliki moralitas dan keperibadian luhur.
Dalam konteks kemampuan personal, saya yakin ketiga pasang calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat saat ini memiliki kompetensi dan kapabilitas. Namun tentunya pemimpin –gubernur dan wakil gubernur- sesunggunya hanya salah satu bagian dari sistem kehidupan politik, dan tentunya pemimpin dan sistem kehidupan politik merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Selain itu ada satu hal yang perlu kita fahami bersama bahwa kehidupan kita saat ini penuh dengan belbagai permasalahan bukan semata-mata karena pemimpin kita tidak berkualitas, namun lebih dari itu bisa jadi akar masalahnya adalah Sistem kehidupan kita. Kita bangga berpolitik ala Demokrasi padahal dengan Demokrasi kita bertambah melarat disegala lini. Untuk mewujudkan masyarakat demokratis kita harus berkonflik bahkan ‘cakar-cakaran’ dengan saudara-saudara kita, kemudian untuk alasan demokratisasi kita dengan mudahnya ‘dijajah’ oleh asing.
Menurut saya alam Demokrasi di negeri ini diwarnai dengan aroma darah, air mata, dan kesengsaraan. Kemiskinan merajalela, konflik sangat akrab dengan kita, penipuan berkedok korupsi merupakan hal yang biasa, kehidupan keseharian kita dipenuhi oleh kriminalitas serta belbagai problematika lain yang marak bermunculan.
Beranjak dari itu semua, sebenaranya, sistem politik Demokrasi –termasuk turunannya yakni Pilkada- tidak cocok dengan kehidupan kita. Sudah saatnya kita mengevaluasi total konsep Pilkada dan sistem ke-politik-an kita.
Oleh karena itu, sebelum kita menjawab pertanyaan besar yang menjadi judul tulisan ini, terlebih dahulu mari sekali lagi kita bersama-sama mengevaluasi total sistem kehidupan kita khususnya sistem politik kita yang bernama Demokrasi. Tanpa melalui proses ini mustahil bagi kita untuk bisa mencium aroma perubahan.

Kontak Penulis:
E-mail : revolusisystem@yahoo.co.id
Phone : 0899 789 3977 / (022)7794522

Tidak ada komentar: